Vegetarian dari Perspektif Agama

Berbicara masalah sehat dalam arti sehat jasmani, tidak dapat dipisahkan dengan masalah sehat secara spiritual, karena ke duanya saling berkait. Kata bijak mengatakan di dalam jasmani yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Demikian juga sebaliknya seseorang yang sehat secara spiritual akan memilih makanan yang sehat untuk sang jiwa. Oleh karena itu makanan bukanlah sekedar memenuhi kebutuhan akan zat gizi untuk tubuh tetapi juga untuk makanan yang sehat secara spiritual.

Dalam setiap sistem kepercayaan apapun apapun masalah makanan menjadi salah satu kunci penting dalam meniti jalan hidup, sehingga makanan dan makan adalah suatu yadnya atau sadhana bhakti yang harus dipatuhi. Tuhan telah menciptakan planet-planet dengan segala isinya, dan segala kehidupan atau mahluk yang mendiami planet ini. Diciptakan beraneka jenis hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hewan diciptakan dengan keaneka ragaman sifat termasuk juga dalam hal makannya. Setiap spesies telah diberikan kewajibannya (dharma) masing-masing dalam hal makan. Seperti singa tidak berdosa kalau memakan hewan yang lebih kecil karena itulah kewajibannya, namun dia dia tidak akan makan berlebihan dan tidak akan memakan yang bukan haknya, tidak mau makan rerumputan. Demikian juga sapi tidak akan memakan binatang yang lebih kecil, karena kewajibannya hanya makan rumput saja. Demikian juga dengan hewan-hewan lainnya masing-masing sudah mempunyai kewajibannya, hal ini termanifestasi dalam bentuk anatomi yang telah dijelaskan di atas. Demikian juga manusia telah mempunyai kewajiban dalam hal makan. Jadi makan bukanlah sekedar untuk memasukkan makan kedalam perut saja namun ada aturannya sendiri.

Pola hidup vegetarian telah ada sejak peradaban Veda, karena dalam Veda baik sruthi, smrthi dan purana tidak dibenarkan melakukan pembunuhan terhadap hewan. Bahkan orang yang memakan daging dianggap manusia kelas rendah atau disebut candala. Demikian juga peradaban agama-agama berikutnya, tidak pernah ada rekomendasi untuk menyakiti atau membunuh hewan. Perkembangan berikutnya pada zaman Kali banyak manusia tidak lagi mengindahkan anjuran kitab suci, perburuan dan pembunuhan hewan semakin merajalela, hingga di zaman modern saat ini daging dianggap merupakan sumber makanan yang baik dan kebutuhan semakin meningkat, sehingga dibangunlah banyak rumah potong untuk memenuhi kebutuhan daging. Dalam agama manapun sebenarnya tidak dibenarkan melakukan pembunuhan terhadap semua mahluk hidup, karena semua mahluk hidup adalah sesama ciptaanNya yang berarti saudara kita.

“Diet for Transcendence: Vegetarianism and the World Religions (Diet Transendental: Pola Hidup Vegetarian dan Agama-Agama Dunia)” karangan Steven Rosen. Ketika saya membaca buku itu, saya mulai berpikir tentang jawaban yang biasa saya berikan atas pertanyaan yang sering diajukan “Mengapa Anda vegetarian?” Dengan mudah saya membuat daftar manfaat kesehatan seperti menurunkan kolesterol, mencegah kanker, meringankan penyakit jantung dll., semua itu adalah alasan-alasan yang baik untuk tidak makan daging. Tetapi saya tiba-tiba sadar bahwa saya telah lalai menyebutkan alasan yang terpenting: welas asih kepada semua makhluk.

Dalam bukunya, Rosen menunjukkan bahwa Perintah Allah Keenam dalam Alkitab Kristen-Yahudi dan Sila Pertama Agama Budha adalah “Jangan Engkau membunuh” atau “Jangan membunuh”. Kata-katanya jelas dan tidak ditujukan khusus hanya kepada manusia. Pengarang tersebut juga menyebutkan bahwa “Aturan Emas” – “Lakukanlah terhadap yang lain sebagaimana engkau ingin yang lain lakukan terhadapmu” – ditemukan dalam hampir semua kitab suci di dunia, menimbulkan pertanyaan “Bukankah hewan juga termasuk ‘yang lain’?” Karena mereka hidup, bernapas, berpikir seperti yang dilakukan manusia, dan juga menunjukkan rasa kasih, takut dan marah.

Pandangan Agama Hindu

Masalah makan dan makanan telah banyak diatur dalam kitab suci Hindu terutama Bhagavadgita dan Bhagavata purana. Personalitas Tertinggi Tuhan hanya mau menerima persembahan berupa buah, air, daun, dan bunga dengan tulus iklhas, bahkan makanan yang sudah di persembahkan kepadaNya, maka makanan tersebut akan disucikan. Tetapi bila makanan tidak dipersembahkan lebih dahulu maka dianggap sebagai pencuri atau makan dosa. Masih dalam Bhagavadgita, makanan dibagi menjadi 3 katagori; makanan yang satvik, makanan rajasik dan makanan yang tamasika. Jadi soal makanan dan makan telah diatur dan itu merupakan yadnya. Kenapa tidak diperkenankan memakan daging? Hal ini jelas untuk mendapatkan daging kita mesti melakukan pembunuhan terhadap mahluk hidup lain, demikian juga dalam kitab suci agama lain, pembunuhan merupakan larangan keras. Karena semua mahluk hidup adalah saudara-saudara umat manusia juga. Sri Krishna dalam Bhagavadgita menyatakan ” …….. Akulah ayah yang memberikan benih kepada semua mahluk hidup….” Karena karma dan pengaruh sifat alam (tri guna) yang berbeda maka ia menperoleh badan hewan, padahal sang roh yang ada di dalamnya adalah sama dengan sang roh dalam diri kita. Semua mahluk hidup berasal dari sumber yang sama, seperti dalam Bhagavadgita 15.7

mamaivamso jiva-loke jiva-bhutah sanatanah

manah-sasthanindriyani prakrti sthani karsati

”Mahluk-mahluk di dunia yang terikat ini adalah bagian percikan yang kekal dari Ku, mereka berjuang keras melawan 6 indria termasuk pikiran.”

Orang hendaknya memperlakukan semua hewan binatang seperti kijang, kera, tikus, ular, burung-burung dan lalat dengan benar bagaikan putra sendiri. Betapa kecil sesungguhnya perbedaan antara anak-anak dengan binatang yang tidak berdosa ini. (Bhagavata Purana 7.14.9)

Seseorang yang mengaku beragama hendaknya memahami filsafat dasar tersebut, oleh karena itu haruslah menghormati setiap kehidupan apapun, karena mahluk hidup juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan perjalanan spiritualnya. Bila mahluk hidup mati dengan alamiah maka ia akan mendapatkan badan material yang lebih tinggi tingkat kesadarannya. Bila mati oleh karena dibunuh, disemblih maka ia akan kembali menjalani kehidupan seperti semula. Itulah ajaran dharma yang sejati.

Dengan tidak melakukan pembunuhan terhadap hewan berarti kita sebenarnya telah melaksanakan atau menegakkan prinsip dharma. Di zaman Satya-yuga, ada 4 prinsip dharma masih tetap tegakdalam Bhagavata purana dinyatakan : ”tapah saucam daya satyam iti padah krte krtah…..” – ada empat tiang dharma yang menyangga tetap berdiri tegaknya dharma pada zaman Satya Yuga, zaman keemasan, tiang dimaksud adalah 1. Tapah (pertapaan), 2. Saucam (kebersihan, kesucian), 3. Daya (karunia, cinta kasih), 4. Satyam (kejujuran, kebenaran). Namun di zaman sekaran prinsip dharma itu telah dirongrong oleh 4 prinsip adharma, tiang penyangga dharma tersebut sudah roboh akibat dirongrong oleh tindakan adharma.

1. Dyutam(berjudi): kegiatan ini akan menghancurkan satya (kejujuran). Kegiatan main judi menghancurkan kejujuran di dalam hati orang. Dyuta artinya tipuan. Dalam permainan judi tidak ada kejujuran. Pemain judi selalu berusaha mencari kesempatan untuk saling menipu.

2. Panam(mabuk minuman keras): kegiatan ini menghancurkan sifat tapah (pertapaan, pengendalian diri). Jika orang mengebangkan kebiasaan mabuk-mabukan, pastilah tiang Dharma yang amat penting yaitu pertapaan atau pengendalian diri akan roboh.

3. Striyah (berzinah): kegiatan ini akan menghancurkan saucam (kesucian badan). Tidak akan ditemui kesucian di dalam hati orang yang melakukan hubungan kelamin tidak syah. Di samping itu, bukan cerita baru lagi bahwa penyakit kotor yang berkembang dewasa ini yang pengobatannya belum ditemukan bisa berjangkit terhadap yang bersangkutan.

4. Suna (membunuh binatang): kegiatan ini menghancurkan daya (cinta kasih, sifat welas asih). Resi Canaknya mengatakan bahwa sangat sulit menemukan cinta kasih di damal hati para pemakan daging. Tanpa karunia dan cinta kasih orang sulit mengembangkan hubungan, bukan hanya di masyarakat tetapi juga sulit mengembangkan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Ajaran Veda sangat menekankan pentingnya pengaturan jenis makanan. Sebab, makanan amat mempengaruhi sifat dan kesadaran orang. Jaisa anna vaisa mana, bagaimana makanan begitulah pikiran. Atau orang Barat mengatakan “You are what you eat”, Anda adalah apa yang Anda makan. Dalam Bhagavadgita, makanan dikelompokkan berdasarkan perbedaan kesenangan orang, yaitu ada makanan jenis kebaikan (sattvam), makanan jenis kenafsuan (rajas) dan makanan jenis kegelapan atau kebodohan (tamas). Disebutkan bahwa makanan yang disukai oleh orang-orang yang mantap di dalam sifat kebaikan (sattvam) adalah makanan yang memperpanjang usia hidup, menyucikan kehidupan dan memberikan kekuatan, kesehatan, kebahagiaan dan kepuasan. Makanan tersebut penuh sari, mengandung lemak yang cukup bergizi dan menyenangkan hati. Makanan yang disukai oleh orang-orang di dalam sifat nafsu (Rajas) adalah makanan yang terlalu pahit, terlalu asam, terlalu asin, panas sekali atau menyebabkan badan menjadi panas sekali, terlalu pedas, terlalu kering dan berisi terlalu banyak bumbu yang keras. Makanan seperti itu menyebabkan duka cita, kesengsaraan dan penyakit. Makanan yang disukai oleh orang-orang yang berada dalam sifat kegelapan (Tamas) adalah makanan yang disimpan terlalu lama. Makanan yang hambar, basi dan busuk, dan makanan terdiri dari sisa makanan orang lain dan bahan-bahan yang tidak dibenarkan.

Tidak mengkonsumsi daging termasuk pengendalian diri, mengendalikan lidah, demikian juga melakukan puasa (upawasa), rasa kasih sayang terhadap semua mahluk, dengan tidak melakukan kekerasan terhadap semua mahluk, itulah prinsip sehat spiritual secara universal hal ini akan mempengaruhi sehat jasmani dan sehat mental.

Dalam ajaran Veda (Sanatana Dharma) tersurat banyak sekali perintah-perintah Tuhan dalam purana dan upanisad. Bagawat-gita (5.8), Khrisna menjelaskan bahwa kesempurnaan spiritual mulai ketika seseorang dapat melihat kesamaan semua mahluk hidup, “Orang bijaksana yang rendah diri, dengan pengetahuan yang murni, melihat dengan pandangan yang sama seorang brahmana yang terpelajar, seekor lembu, seekor gajah, seekor anjing, dan pemakan anjing”. Dengan demikian seseorang tidak seharusnya membunuh mahluk hidup lainnya demi kepuasan indria belaka. Landasan moral dan sastra Hindu (Veda) tentang vegetarian bahwa semua mahluk dialam semesta ini adalah merupakan percikan kekal dari Tuhan, bersifat abadi, ada selamanya, seperti diuraikan dalam Bhagavadgita oleh Sri Krishna sebagai sumber segala yang ada.

Kitab suci Weda, menekankan anti-kekerasaan sebagai dasar moral vegetarianisme. “Tidak ada daging yang diperoleh tanpa menyakiti mahluk hidup,” demikian dalam Manu-samshita, “Oleh karena itu biarkan seseorang menjauhkan diri dari pemakaian daging.” Pada bagian yang lain, Manu-samshita memperingatkan, “Setelah dengan baik mempertimbangkan sumber daging yang memuakkan dan kekejaman dalam membelenggu dan membantai mahluk hidup, biarkan seseorang berpantang menyantap daging secara total”. Sri Khrisna juga memerintahkan kita untuk menerapkan prinsip vegetarian, Beliau bersabda “Persembahkanlah Aku buah, bunga, daun, air, dengan cinta bakti maka saya akan menerimanya.” (Bg 9.26). berikutnya “PenyembahKu dibebaskan dari semua dosa karena mereka memakan makanan yang terlebih dahulu dipersembahkan untuk yadnya. Yang lainnya, yang menyiapkan makanan untuk kesenangan pribadi, hanya memakan dosa.” Makanan yang dipersembahkan kepada Tuhan lebih dahulu disebut prasadam, mengkonsumsi prasadam berarti memberi makanan rohani kepada tubuh kita. Dengan menyantap prasadam kita akan memperoleh kemajuan rohani dan dapat mengahpuskan karma-karma tertentu pada kehidupan masa lalu. Ahimsa Paramo Dharmah dapat diartikan sebagai kewajiban suci yang tertinggi, agama atau pelaksanaan agama yang paling tinggi. Hal ini ditegaskan berkali-kali di berbagai kitab suci Veda dengan istilah yang sama atau juga dengan istilah yang berbeda, seperti Ahimsayah pari dharmah Ahimsa laksono dharmah-dharmah Ahimsa parama tapa, Ahimsa parama satya-satya, ini menunjukkan bahwa agama Veda menaruh perhatian yang sangat penting terhadap ajaran anti kekerasan.

Di Bali lontar Vrhaspati Tatva dikenal sebagai lontar ke-Saiva-an, ternyata, menurut lontar tersebut, para Saivaism pun perlu melaksanakan ajaran Ahimsa, tidak membunuh dan tentu pula tidak memakannya (ahimsa ngaranya tan pamati-mati). Dalam Manu Smrti menyebutkan bahwa “Mamsah” yang berarti daging pada hakekatnya dinyatakan oleh orang-orang bijaksana berarti “saya dia” yaitu dia yang dagingnya saya telan dalam hidup ini. Dia juga akan menelan saya di kemudian hari”. Hal yang sama juga diakui di dalam kitab Mahabrata “Sekarang dia menelan saya, nanti saya pun akan dimakannya,” —- mam sa bhaksayate yasmad bhasayaisye tamapyaham.

Agama Hindu amat mementingkan pengembangan cinta kasih bukan hanya kepada sesama umat manusia tetapi kepada sesama makhluk hidup. Kesadaran utama bahwa seluruh dunia adalah sebuah keluarga besar sangat membantu untuk mengembangkan cinta kasih universal. Itulah puncak cinta kasih di dunia ini, merupakan landasan penting untuk mengembangkan prema bhakti atau citna kasih rohani kepada Personalitas Tuhan Yang Maha Esa.

Apalagi tentang sapi, berdasarkan sastra bahwa sapi merupakan salah satu dari tuju ibu kita, mengapa? Sapi memberikan umat manusia susu yang melimpah melebihi dari kebutuhan untuk anaknya sendiri. Sapi jantan bekerja untuk mengolah tanah pertanian. Walapun diperlakukan dengan keras, dipukuli, dipecut namun sapi tidak pernah marah. Sapi juga memberikan umat manusia kebutuhan pokok yang disebut pancagawiya lima kebutuah yang diperlukan manusia; 1. susu. 2. yoghurt, 3. ghee atau minyak sapi dari susu, digunakan untuk upacara, 4. kencing, dapat dipakai obat, dan 5. kotorannya, digunakan untuk upacara dan juga untuk bahan obat. Bila sapi meninggal dengan alamiah maka ia akan mendapatkan badan dengan kwalitas brahmana kelak. Jadi bila membunuh sapi berarti telah menghambat kelahiran para brahmana. Demikianlah keagungan sapi dalam ajaran Veda.

Rsi Bhisma memberi nasehat kepada Yudisthira, bahwa dengan cinta kasih kepada semua mahluk akan dibebaskan dari rasa takut dari kesulitan yang paling berat, pikiran yang tenang dan membunuh hewan akan menyebabkan umur lebih pendek.

Pandangan Agama Islam

Pada tahun 1995, sebuah Masyarakat Vegan/Vegetarian Muslim dibentuk di Inggris, yang mempromosikan vegetarisme sesuai dengan ajaran Alquran dan menunjukkan bagaimana kebaikan hati dan kewelasasihan kepada binatang adalah kebajikan yang diterangkan secara rinci oleh Islam.

Lebih jauh lagi, terdapat banyak ayat dalam Kitab Suci Alquran di mana Tuhan menekankan penggunaan buah-buahan dan sayur-sayuran untuk kelangsungan hidup, baik kepada manusia maupun kepada binatang (Surah 6:141, 6:151, 16:67, Surah 23:19) dan juga untuk mencapai kesehatan dan lingkungan hidup yang lebih baik bagi umat Islam.

Banyak ayat dalam Kitab Suci Alquran yang mengacu pada kesucian hidup binatang dan hak-hak binatang yang sederajat untuk hidup dalam damai, mencari Tuhan, dan berkembang menuju kesadaran Tuhan, serta serupa dengan manusia di planet ini.

“Tiada makhluk yang merayap di bumi, tiada burung yang terbang dengan sayap-sayapnya, melainkan mereka adalah umat-umat yang serupa dengan kamu. Kami tidak mengalpakan sesuatu di dalam Alquran, kemudian kepada Pemelihara mereka, mereka akan dikumpulkan.” (Surah 6:38).

Dalam terjemahan Hadish oleh Dr. M. Hafiz Syed, pengikut Nabi Muhammad bertanya kepadanya, “Sesungguhnya, apakah ada imbalan untuk melakukan hal baik kepada hewan, dan memberikan mereka minum ?”. Nabi Muhammad menjawab, “Ada imbalan dalam menolong hewan.” Dalam Al Q’uran terdapat larangan memakan daging binatang yang mati ataupun darah binatang, demikian juga adanya larangan untuk memakan daging dari binatang yang disembelih secara tidak halal (tanpa bismallah). Murid paling terkemuka Nabi Muhammad, kemenakannya sendiri, menasihatkan kepada murid-muridnya, “Jangan jadikan perut kalian itu kuburan binatang.”

Dan tiadalah binatang-binatang yang ada dibumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Alkitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan (Quran 6.38).

Pada suatu ketika Rasul Allah berkata kepada keponakan-Nya, ‘Ali, Oh Ali, kamu semestinya tidak memakan daging. Jika kamu memakan daging selama 40 hari, maka kualitas itu akan masuk ke dalam dirimu. Karena itu, kualitas kemanusiaanmu akan berubah, kualitas welas asihmu akan berubah, dan inti sari tubuhmu juga berubah.’

Pandangan Agama Kristiani

Banyak isi Injil yang mendukung vegetarianisme sebagai suatu paham, hidup tanpa kekerasan seperti ajaran Yesus. Yesus mengajarkan manusia untuk berbuat baik kepada semua makhluk, tidak hanya kepada manusia, dan ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa Jesus adalah vegetarian.

Dari suatu terjemahan dari Injil yang asli, Kisah dari 12 Rasul, malaikat berkata kepada Maria, “Kamu tidak seharusnya memakan daging ataupun minuman keras, sejak dalam kandungan untuk anak yang akan dimuliakan di hadapan Tuhan, janganlah memakan daging atau meminum minuman keras.” Kisah keajaiban tentang roti dan ikan tidak ditemukan pada dokumen yang terdahulu, hanya menjelaskan adanya keajaiban tentang roti, buah, dan secerek air.

Para vegetarian terdahulu seperti Nazarenes, Therapeuts, Ebionites, Gnostics, dan Essenes, juga Yohanes Pembaptis, semuanya mengikuti ajaran yang mengajarkan hidup tanpa daging. Kenyataannya dalam terjemahan kitab Injil terdahulu tidak ada contoh tentang anjuran atau izin makan daging. Dalam Ensiklopedia Judaica dikatakan bahwa nenek moyang Israel adalah vegetarian, dan kalimat dalam Injil adalah ‘gandum dan arak dan minyak’, tidak ada daging.

“Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji: itulah akan menjadi makananmu.” (Kejadian 1:29)

Kitab Suci Perjanjian Lama memberi perintah, “Jangan membunuh”. (Kitab Keluaran 20:13). Ini biasanya diinterpretasikan sebagai pembunuhan. Kamus lengkap setiap bahasa mengatakan bahwa kata ‘tidak membunuh’ mengacu kepada “segala bentuk pembunuhan”, dan tidak hanya pembunuhan terhadap manusia saja.

Dan dalam buku-buku Kitab Suci selanjutnya, para nabi besar melarang penyantapan daging. Lukas (8:55) tertulis bahwa Yesus membangkitkan seorang wanita dari kematiannya dan “memerintah memberikannya makanan.” Kata berbahasa Yunani asli yang diartikan “daging” suatau pengertian yang tidak tepat. Kita dapat juga melihat contoh para Guru Agung terdahulu yang kebanyakan menjalani hidup vegetarian, bahkan dalam bukunya John Davidson, The Gospel of Jesus-In Search of His Original Teachings, diargumentasikan bahwa Nabi Yesus dan murid-murid utamaNya termasuk adikNya, James adalah vegetarian. Demikian juga disabdakan, “Anda tidak boleh memakan daging yang berdarah sebab kehidupan berada dalam darah.” (Kitab Kejadian 9:4). Yohanes yang juga dikenal vegetarian karena hanya memakan madu hutan dan locust (sejenis pepohonan berbiji), Dalam surat Paulus kepada jemaat di Roma tersirat juga pesan vegetarian, “Janganlah engkau merusakkan pekerjaan Allah oleh karena makanan! Segala sesuatu adalah suci, tetapi celakalah orang, jika oleh makanannya orang lain tersandung! Baiklah engkau jangan makan daging atau minum anggur, atau sesuatu yang menjadi batu sandungan untuk saudaramu.” (Roma 14:20-21).

Pandangan Agama Budha

Cinta dan welas asih adalah dasar kepercayaan agama Buddha yang paling penting, yang menjadi alasan mengapa banyak pemeluk agama Buddha yang bervegetaris.Sang Buddha sangat menentang makan daging, dikatakan sebagai dosa besar yang harus disingkirkan. Beliau memandang makan daging sebagai dukungan terhadap pembunuhan, yang bertentangan dengan prinsip tanpa kekerasan.

Agama Buddha percaya bahwa perselisihan antar manusia adalah akibat dari perlakuan manusia terhadap hewan. Jika kita tidak menghargai kehidupan hewan, kita akan kehilangan rasa hormat terhadap kehidupan manusia. Jika kita menjalankan kehidupan vegetaris yang tidak mengandung unsur pembunuhan, membuat kita lebih mudah untuk hidup damai, bahagia, dan mencintai orang lain. Pandangan agama Buddha terhadap hewan dijelaskan dengan sangat gamblang dalam kisah Jakata, yang merupakan reinkarnasi Sang Buddha dalam kehidupan sebelumnya. Kisah ini menunjukkan bahwa membunuh hewan sama dengan membunuh manusia, dengan memerikan contoh bahwa baik Sang Buddha maupun setiap orang, pernah lahir dalam bentuk hewan sebelumnya.

Seperti halnya Weda, hukum karma dalam agama Buddha juga menyatakan bahwa mereka yang berbuat kejahatan dan mengakibatkan penderitaan bagi makhluk hidup akan mendapatkan balasan yang sama dalam kehidupannya kelak. Sang Buddha bersabda ; “Aku memiliki Cinta Kasih kepada makhluk-makhluk tanpa kaki, kepada yang berkaki duapun Aku memiliki Cinta Kasih. Aku Memiliki Cinta Kasih kepada makhluk-makhluk berkaki empat, kepada yang berkaki banyakpun Aku memiliki Cinta Kasih.” (Anguttara Nikaya, II, 72). Ketika si nelayan menjawab bahwa namanya adalah Arya, Sang Buddha berkata bahwa para orang mulia (Arya) tidak melukai makhluk hidup apapun, tetapi karena si nelayan membunuh ikan-ikan maka dia tidak layak menyandang nama Arya.

Sang Buddha, bersabda dalam Dhammapada Atthakatha, 270; “Seseorang tidak dapat disebut Arya (orang mulia) apabila masih menyiksa makhluk hidup. Dia yang tidak lagi menyiksa makhluk-makhluk hiduplah yang dapat dikatakan mulia. Sang Budha terkenal dengan ajarannya menentang pembunuhan binatang. Dia menetapkan ahimsa (anti-kekerasan) dan vegetarianisme sebagai langkah awal menuju kesadaran diri dan menyatakan; “Janganlah menyembelih lembu yang membajak ladang kalian sendiri,” dan “Janganlah biarkan kerakusan yang melibatkan pembunuhan binatang”.

Nah banyak lagi kitab suci agama lain yang tidak merekomendasi untuk melakukan pembunuhan terhadap hewan, apalagi untuk kepentingan memuaskan indria.

Sumber: Vegetarian dari Agama sampai Zat Gizi (Oleh: Dr. I Made Wardhana, Sp.KK)

2 comments on “Vegetarian dari Perspektif Agama

  1. vraja says:

    hare krsna

  2. Nana Sumarna says:

    Dalam agama Islam,manusia adalah mahluk yg paling mulia dan sempurna. Tumbuhan dan hewan disediakan tuhan untuk kepentingan hidup manusia, jadi tidak ada larangan tuhan untuk menyembelih hewan dan mengkonsumsinya (memang ada beberapa yg dilarang). Dalam Al Quran terdapat beberapa ayat tentang firman tuhan yang membolehkan dan menjelaskan bahwa hewan itu untuk kepentingan manusia termasuk untuk dikonsumsi. Tidak benar kalau dalam Al Quran dijelaskan lebih dianjurkan makan tumbuhan daripada daging, tidak ada ayat seperti itu. Tentang tafsiran Al Quran surat ke-6 (Al An’am) ayat 38 diatas cukup keliru kalau diartikan bahwa hewan itu sejajar dengan manusia sehingga hewan tidak boleh dibunuh untuk dikonsumsi, tafsiran ayat diatas lebih tepat jika diartikan bahwa tak ada satupun makhluk yang luput dari pengawasan dan pemeliharaan tuhan (semua mahluk tercatat di Lauhmahfud).

Leave a comment